Menurut Dewan Syariah Nasional, asuransi syariah adalah sebuah usaha untuk saling melindungi dan saling tolong menolong di antara sejumlah orang, di mana hal ini dilakukan melalui investasi dalam bentuk aset (tabarru) yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Dalam asuransi syariah, diberlakukan sebuah sistem, di mana para peserta akan menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim jika ada peserta yang mengalami musibah. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa, di dalam asuransi syariah, peranan dari perusahaan asuransi hanyalah sebatas pengelolaan operasional dan investasi dari sejumlah dana yang diterima saja.
selain tujuan ibadah, asuransi syariah punya keunggulan yang membuatnya terbaik dibandingkan konvensional, yaitu (1) tambahan uang dari pembagian surplus keuntungan dan (2) asuransi kesehatan syariah. Perlu dicatat pembagian surplus keuntungan adalah tambahan uang untuk peserta diluar hasil investasi (jika memiliki asuransi yang plus investasi).
Bagaimana memastikan bahwa prinsip syariah diterapkan secara benar ?
Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk Dewan Syariah Nasional (DSN), yang bertugas mengawasi pelaksanaan prinsip ekonomi syariah di Indonesia, termasuk mengeluarkan fatwa atau hukum yang mengaturnya.
Di setiap lembaga keuangan syariah, wajib ada Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS ini merupakan perwakilan DSN yang bertugas memastikan lembaga tersebut telah menerapkan prinsip syariah secara benar.
Instrumen Efek Syariah :
Salah ciri asuransi syariah yang membedakannya dengan asuransi konvensional adalah investasi harus dilakukan hanya di efek syariah, yang memenuhi dua kriteria sebagai berikut:
Pertama, tidak melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Kegiatan tersebut antara lain
(1) Perjudian dan permainan yang tergolong judi ; perdagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain :
Perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa; dan perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu; jasa keuangan ribawi, antara lain: bank berbasis bunga; dan perusahaan pembiayaan berbasis bunga; Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maisir).
(2) Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan antara lain: barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi); barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah).
Kedua, memenuhi rasio keuangan berikut:
(1) Total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 82%.
(2) Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10% (sepuluh per seratus).
Berdasarkan kedua kriteria tersebut, pihak otoritas mengeluarkan Daftar Efek Syariah, yang merupakan kumpulan Efek yang tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal, yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dewab Efek Syariah tersebut merupakan panduan investasi untuk investor yang ingin berinvestasi pada portofolio Efek Syariah.
Komentar
Posting Komentar